IKN DISASTER RESILIENCE: ERA MITIGASI MENGAKHIRI ERA EKPLOITASI DALAM MEWUJUDKAN SUSTAINABLE FOREST CITY

IKN DISASTER RESILIENCE: ERA MITIGASI MENGAKHIRI ERA EKPLOITASI DALAM MEWUJUDKAN SUSTAINABLE FOREST CITY

Oleh: Adiba Fariza & Izza Fajria, Mahasiswa Universitas Jember (Esai terbaik sepuluh lomba kreativitas KNS X APSSI )

 

Kebijkan pemindahan Ibu kota Indonesia menjadi salah satu program pembangunan yang saat ini sedang hangat dibicarakan. Banyak pro dan kontra yang menyertai adanya kebijakan ini. Pemindahan ibu kota bukanlah sesuatu yang sederhana karena ini berarti akan terjadi banyak pergeseran baik dari segi sosial, ekonomi, dan kultural yang selama ini terpusat di Jawa. Anggaran dana yang besar di tengah hutang negara yang tinggi, baru terlewatinya masa pandemi Covid-19 dan masih dalam tahap pemulihan di berbagai faktor membuat proyek ini banyak diragukan. Di satu sisi urgensi dari pemindahan ibu kota dianggap harus dilakukan dengan segara karena memiliki potensi strategis untuk melahirkan multiplier effect. Kalimantan Timur dipilih sebagai tempat ibu kota baru untuk mengubah pandangan jawasentris menjadi Indonesia sentris. Program pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022.

 

Pemindahan ibu kota negara merupakan suatu proyek dan kebijakan strategis yang prestisius. Tentu saja dalam perancangan dan pembangunannya harus dikawal dengan bijak. Permasalahan yang terjadi di ibu kota saat ini seperti kemacetan, banjir, ketimpangan sosial, polusi udara, over capacity, bahkan adanya perkiraan Jakarta akan tenggelam membuat urgensi pemindahan ibu kota semakin mendesak. Wacana besar ini selaras dengan resiko yang akan dihadapi terutama jika berkaitan dengan mitigasi bencana dan bayang-bayang eksploitasi, ditambah dengan adanya potensi perubahan iklim yang mengancam. Indonesia dikenal sebagai laboratorium bencana membuat upaya mitigasi menjadi sesuatu yang harus disusun secara matang. Bagaimanakah cara agar potensi bencana dapat dimitigas dan era eksploitasi dapat diakhiri sehingga konsep sustainable forest city dapat direalisasikan di IKN? Gagasan ini akan disusun menggunakan prespektif sosiologi untuk menganalisis secara komprehensif.

 

Pembangunan ibu kota negara merupakan proyek kompleks karena tidak hanya pembangunan secara fisik tetapi juga kontruksi sosial masyarakat terutama dalam menghadapi potensi bencana. Hal ini selaras dengan Teori Konstruksi sosial oleh Peter L. Berger yang akan digunakan sebagai pisau analisis. Kontruksi sosial merupakan gambaran kehidupan setiap individu terhadap lingkungannya melalui proses tiga tahapan.

 

Tahap pertama adalah proses eskternalisasi, dimana Masyarakat yang akan menempati ibu kota nantinya harus menyesuaikan diri dengan sosiokultural untuk membentuk modal sosial baru. Kemudian tahap objektivikasi yaitu menyatunya interaksi sosial dengan lembaga yang terinstitusionalkan dalam hal ini adalah kebijakan pemerintah yang harus ditaati. Lalu yang terakhir yaitu internalisasi sebagai proses bagaimana masyarakat dapat mengidentifikasikan fungsi dan peran individu dalam upaya mitigasi bencana. Gagasan ini bertujuan untuk meningkatkan awarness dalam mencegah terjadinya bencana, mengakhiri eksploitasi, dan mewujudkan keberlanjutan gagasan forest city dalam pembangunan IKN.

 

Pemindahan ibu kota sudah diwacanakan sejak beberapa waktu silam. Tetapi keputusan serius mengenai pemindahan ibu kota baru diambil pada pemerintahan Presiden Joko Widodo pada tanggal 29 April 2019. Dengan berbagai pertimbangan, observasi, dan analisis yang dilakukan Kalimantan Timur menjadi wilayah yang strategis untuk pemindahan Ibu Kota Indonesia. Besarnya program ini menimbulkan kekhawatiran banyak pihak dan mengundang perdebatan dari berbagai kalangan. Bukan tanpa alasan pemindahan ibu kota adalah kebijakan yang sangat vital bagi pembangunan sebuah negara. Pemerintah harus menjamin kebutuhan hidup masyarakat seperti halnya persediaan makanan, air bersih, kelayakan infrastruktur, keamanan dari ancaman bencana, serta tunjangan fasilitas teknologi di IKN nantinya. Selain kebutuhan akan fasilitas hidup terdapat juga pertimbangan dalam hal interaksi sosial dan sumber daya manusia yang akan menempati IKN. Dengan wilayah yang baru ditempati maka masyarakat disana harus secepatnya beradaptasi untuk dapat membangun modal sosial. Kearifan lokal dari masyarakat harus dibentuk untuk menumbuhkan keharmonisan yang berpegang pada nilai dan norma di Indonesia. Sehingga masyarakat memiliki bekal modal sosial dan pengetahuan kearifan lokal yang mumpuni agar siap menghadapi ancaman bencana.

 

Belum lagi bahaya climate change serta permasalahan alam yang harus di ditanggulangi dan dicegah. Masyarakat Kalimantan Timur memiliki kekhawatiran terkait adanya pembangunan IKN. Memang wilayah IKN yang telah direncanakan oleh pemerintah berada pada dataran yang tinggi, akan tetapi pemukiman masyarakat pribumi sekitar wilayah tersebut berada di dataran rendah sehingga sering terjadi banjir. Masyarakat disana khawatir dengan dibangunnya IKN dapat menimbulkan bencana banjir dan bencana lainnya. .menurut data statistik yang dihimpun dari Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) berbagai bencana alam telah melanda Kalimantan Timur. Terdapat 54 bencana pada tahun 2019. Pada tahun 2020 sebanyak 121 bencana yang terjadi. Pada tahun 2021 tercatat ada 22 bencana. Sedangkan pada tahun 2022 ada 17 bencana Hal ini mengharuskan pemerintah untuk dapat mengatasi berbagai bencana alam dan memitigasi agar tidak terjadi bencana yang lebih parah akibat pembangunan IKN.

 

Wilayah IKN ini merupakan perhutanan yang digunakan untuk penanaman pohon akasia dan eucaliptus sebagai bahan baku kertas. Selain itu wilayah ini juga banyak terdapat area tambang batu bara yang erat kaitannya dengan eksploitasi. Karena itulah kebijakan mitigasi bencana dalam pembangunan IKN merupakan hal yang penting untuk menjamin kelayakan berdirinya sebuah ibu kota negara. Ditambah dengan pemanfaatan teknologi di IKN harus mampu memberikan perlindungan dari ancaman bencana baik kepada masyarakat maupun lingkungan sekitarnya. Kebijakan dan teknologi yang ada diharapkan bisa mengurangi bencana dan meminimalkan dampak perubahan iklim yang sedang terjadi.

 

Upaya mitigasi yang dilakukan dapat diadopsi dari tahapan teori konstruksi sosial yang dibawakan oleh Peter L Berger. Pada tahap pertama terdapat proses eksternalisasi dapat tercermin dari kebijakan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 Ibu Kota Negara. Dengan adanya UU ini maka masyarakat dan seluruh elemen negara yang terlibat harus mematuhinya. Termasuk kebijakan mengenai penataan ruang dan penanggulangan bencana pada Bab V pasal 19. Tetapi kebijakan ini masih diatur dalam narasi garis besar sehingga membutuhkan kebijakan turunan untuk upaya mitigasi bencana yang lebih tepat sasaran.

 

Selanjutnya pada tahapan objektivikasi dapat tercermin dari adanya dukungan pengaplikasian teknologi yang kian mutakhir. Pada ranah kebencanaan terdapat tekonologi untuk mencipatakan early warning system yang dapat dipasang pada setiap titik rawan. Kompleksitas bencana yang mungkin terjadi membuat pemasangan early warning sistem harus terintegrasi secara maksimal. Untuk itu diperlukan peta bencana yang akurat dan acsessible. Peta bencana harus dapat diakses dengan mudah oleh setiap masyarakat yang meninggali ibu kota baru. Lebih jauh upaya mitigasi bencana harus dilakukan sedini mungkin untuk merancang infrastruktur yang tahan bencana dengan adaptasi model arsitektur ramah lingkungan.

 

Kondisi geografis Pulau Kalimantan yang banyak terdiri dari hutan, gunung, sungai, dan pantai mengharuskan rancangan bangunan yang akan dibangun memiliki teknologi tahan bencana. Dibutuhkan juga rancangan mitigasi bencana untuk mengakhiri era eksploitasi yang bertujuan

 

mewujudkan konsep forest city dalam pembangunan IKN. Forest city sendiri adalah sebuah konsep pembangunan yang mengelola dan menjaga ekosistem hutan untuk mengantisipasi perubahan iklim, bencana lingkungan, kehilangan keanekaragaman hayati, dan mengedepankan asas keberlanjutan. Untuk itu diperlukan keselarasan antara rancangan mitigasi bencana dan implementasi kebijakan sehingga mampu mewujudkan keberhasilan pembangunan dengan konsep forest city di IKN.

 

Dalam proses internalisasi yang dijelaskan oleh Berger dibutuhkan sumber daya manusia yang unggul untuk menempati ibu kota baru. Pemilihan ini berdasarkan seleksi prioritas yang diharapkan mampu memberi kesempatan untuk menciptakan masyarakat yang aware terhadap bencana. Upaya ini dapat dilakukan dengan sosialisasi secara berkelanjutan guna menumbuhkan modal sosial di masyarakat. Para korporat perusahaan yang berinvestasi dalam pembangunan IKN memiliki peran besar dalam pembangunan IKN berbasis mitigasi bencana. Dengan pemahaman dan implementasi bagi semua elemen maka akan berlangsungnya ketahanan bencana di IKN secara berkelanjutan.

 

Perpaduan antara smart teknologi, kesiapan infrastruktur dan pembangunan modal sosial masyarakat akan membuat bencana dapat dicegah dan dihadapi dengan kesiapan yang baik. Sehingga era eksploitasi dapat diakhiri dan dampak dari potensi terjadinya bencana bisa diminimalisir. Jika rancangan mitigasi ini dapat dilaksanakan dengan baik, nantinya bisa dijadikan rujukan sebagai kota tahan bencana untuk menanggapi bencana di masa depan yang semakin tidak terelakan. Disamping itu program pembangunan ibu kota Nusantara akan dapat terealisasi dengan memiliki multiple effect yang maksimal bagi semua sektor. Sehingga cita-cita untuk membuat pembangunan menjadi Indonesia sentris bisa terwujud dengan konsep berkelanjutan.

 

Indonesia sebagai laboratorium bencana sudah seharusnya memiliki kemampuan mitigasi dan penanggulangan bencana yang matang, terutama untuk Ibu Kota Nusantara nantinya. Tingginya resiko eksploitasi ditambah dengan perubahan iklim yang kian tidak terhindarkan membuat Indonesia harus memiliki konsep pembangunan berbasis forest city. Dengan adanya pemanfaatan teknologi early warning sistem yang terintegerasi secara maksimal serta diimbangi pembangunan modal sosial masyarakatnya adalah bekal yang wajib disiapkan. Cita-cita besar untuk mengubah pembangunan menjadi Indonesia sentris dengan konsep forest city harus mampu dikonstruksikan secara sosial. Dibutuhkan kerjasama dari semua pihak untuk mengawal dan merealisasikan Ibu Kota Nusantara ini agar sesuai dengan gagasan yang telah disetujui. Kebijakan pembangunan yang sangat prestisius ini diharapkan mampu membangun sustainable forest city yang memiliki ketahanan bencana. (BNPB, 2023)

Post a Comment